Muhlanda Aliv Anaba. Diberdayakan oleh Blogger.
Silahkan pilih donasi Anda
Berbagi Buka Puasa Rp.28.500,-
Syiar Qur'an Rp.165.000,-
Kado Lebaran Yatim Rp.270.000,-
Bingkisan Keluarga Jompo & Prasejahtera Rp.340.000,-
Jumlah zakat :
RSS

Selasa, 01 November 2011

Berani Mencintai, Berani Menikahi

Sebuah cerita sederhana dengan pesan yang tersirat. Semoga dapat diambil ibrohnya..




“ Lihat wanita itu, Kang ?? “
sahabatku menunjuk seorang wanita berjilbab lebar,sekilas terlihat memang wanita anggun karena bagi ana ia tak sekedar berjilbab tapi menutup aurat dengan syar’i.


“ Aku mencintainya Kang,tapi setiap kali aku mendekatinya,dia menjauhiku. Entah apa maksudnya. Dia tidak pernah membalas SMS ku, bahkan aku pernah nekat mengiriminya surat, namun nasibnya sama. Tak berbalas.“ Sahabatku yang bernama Fulan (bukan nama sebenarnya) pun tertunduk.


“ Antum sudah pernah melamarnya ?? “ ana bertanya.


“ Boro-boro Kang, aku ini masih kuliah. Akang juga kan masih kuliah, dia juga kuliah. Mau dikasih makan apa, batu?? “ Ana hanya tersenyum kemudian tertawa.


“ Kalo ana jadi antum yang katanya cinta, udah ana lamar enggak pake lama deh “. Jawab ana dengan serius.


“ Kok jadi Akang yang mau ngelamar? Kalo akang udah mikir mau ngasih makan batu, ya Tafadhol, silahkan aja .“ Dia pun melanjutkan tawanya. Ana hanya tersenyum menggeleng-gelengkan kepala.


Tak lama setelah perbincangan itu ana tahu namanya Fulanah (juga hanya nama samaran), itu pun ana ketahui dari si Fulan yang keceplosan menyebut namanya. Ana hanya sekilas melihatnya.


Begitu seringnya si Fulan menceritakan tentang Fulanah sehingga Ana jadi mengenal sosoknya, tapi Ana hanya sebagai pendengar setia setiap curhatannya.




……….
“ Gimana nih, lama ana nda’ denger lagi yang katanya jatuh cinta?“ Ana memulai pembicaraan yang telah lama tidak diketahui kabarnya.


“Ngga tau ah Kang, capek aku mikirin dia. Enggak ada kepastian “ Timpalnya.


“ Dia itu seorang muslimah, Ana yakin dia nda’ pernah kepikiran pacaran apalagi mau dipacarin. Kepastian dia cuma lamaran or bahasa sundanya khitbah, hehehe, kalo kamu berani melamarnya. Ana yakin Antum akan mendapatkan kepastian. Kalo Antum masih enggak mau juga, buat Ana saja yaa? “ Ana terkejut melihat raut wajahnya yang langsung berubah jadi cemberut.


“ Aahh.. sudahlah Kang, kalo jodoh juga dia enggak akan kemana“


“ Kata siapa nda’ kemana?? Yang namanya jodoh itu harus dikukuhkan bin dipastikan dengan pernikahan, kalo nda’ yaa sampai kapanpun jodoh akan kemana-mana. Dari mana Antum tahu kalo dia berjodoh dengan Antum, kalo Antum nda’mau nyoba buat mengukuhkannya dengan pernikahan?”


“ Cerewet amat si Kang, udah kaya’ Ustadz aja“ Lagi-lagi Ana tertawa mendengar ejekannya.




……….
Ada suara ketukan di pintu kamar. Ana bergegas berdiri dari kesibukan harian membaca buku.


“ Antum kenapa?? “ Ana mengerenyitkan dahi, melihat wajahnya melesu. Seperti habis nonton final piala AFF.


“Si Fulanah akan menikah bulan depan Kang, aku diberi tahu sahabatnya“ si Fulan melangkahkan kakinya menuju tempat tidur, lalu telentang dan menutup kepalanya dengan bantal.


Ana membuka bantalnya, melihat si Fulan menangis. Tak ada salahnya seorang laki-laki menangis, toh dia juga manusia biasa yang mempunya fitrah dengan sebuah perasaan yang membebaninya.


“Terus kenapa Antum menangis?“ Tanya Ana yang ingin tertawa melihatnya.


“Aku kecewa Kang, lama sudah aku ngejar-ngejar dia. Masa ada cowok baru dateng minggu kemaren ke rumahnya, udah dia terima aja jadi calon suaminya“ Dia tambah menangis.


“Emang calon suaminya salah ya kalo mau ngelamar??”


“ Ya enggak atuh Kang, Cuma aku duluan yang suka sama Fulanah, dia kan datangnya belakangan“ Ana tersenyum mendengarkan pembelaannya.




“ Hey my Bro, Siapa yang suka duluan atau yang suka belakangan itu nda’ diperhitungkan. Kalo siapa yang duluan ngelamar, itu baru perlu dipertimbangkan. Ini dari dulu disuruh ngelamar, nda’ berani, ciut, sekarang udah dilamar orang lain, malah nangis-nangis kaya’ adeku yang masih umur 2 tahun aja. Emangnya dia harus disuruh nungguin ketidak-pastianmu apa?“ Kata Ana panjang lebar.




“ Bukan Cuma itu Kang, dia ternyata juga suka sama aku. Itu kata sahabatnya si Fulanah, cuma akunya ngajak pacaran mulu, makanya dia enggak mau nerima aku. Aku baru tahu kalo dia sedang nungguin aku, cuma karna dia seorang muslimah yang benar-benar menjaga kehormatannya...aaahhhh...
aku nyesel Kang“ Dia kembali menutupkan wajahnya pada bantal.




“Hei, bantal Ana nanti jadi apek kena air mata antum terus!” kata ana coba bercanda.




“Biarin Kang, orang lagi sedih malah diejekin” katanya dengan tangis yang belum juga reda.


“Yah.. Nyesel selalu datang terlambat ya, kalo datangnya duluan namanya bukan penyesalan atuh, tapi perencanaan buat nyesel nantinya“ Ana mencoba mencairkan suasana. Tapi tetap saja tangisnya belum mereda malah semakin menjadi.


“ Makanya, kalo cinta jangan cuma dikatakan, tapi dikhitbah biar bisa jadi istri. Kalo udah diambil orang, baru kerasa efeknya, iya toh? Sini bantal Ana, baru dicuci kemarin nih masa’ udah harus dicuci lagi“


Lemparan bantal ke arahku menandakan dia sedang kecewa berat. Namun pelajaran berarti saat ini adalah bagaimana untuk menuju sebuah kedewasaan dalam berfikir.
Semoga bermanfa'at :)


Subhaanakalloohumma wa bihamdika, asyhadu allaa ilaaha illaa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar